Kabar kekalahan yang sudah keberapa kali di alami oleh Kubu Jokowi di parlemen oleh Kubu Prabowo membuat posisi Jokowi semakin “gigit jari”. Semua usaha telah dilakukan, uji ke MK, protes dan lain-lain. Namun ketentuannya Jokowi harus menerima kekalahan untuk kesekian kali.
Seperti dilansir Republika, Kamis (2/10/2014) bahwa Koalisi merah putih (KMP) diyakini semakin menjepit presiden Joko Widodo. Sebabnya, koalisi ini memimpin parlemen.
Pimpinan DPR Ri seluruhnya dipimpin anggota KPM. Ketua DPR dari Golkar, Setya Novanto. Wakil Ketua dari Gerindra, Fadli Zon. Wakil Ketua dari Demokrat, Agus Hermanto. Wakil Ketua dari PAN, Taufik Kurniawan. Wakil Ketua dari PKS, Fahri Hamzah.
Paket pimpinan ini didukung oleh partai – partai koalisi merah putih, yaitu Golkar, Demokrat, Gerindra, PKS, PAN, dan sejumlah partai dari koalisi merah putih.
Hal ini semakin mengunci pemerintahan Joko Widodo.
Keberhasilan paketan koalisi merah putih dalam menguasai parlemen tidak lepas dari upaya sebelumnya. KMP sebelumnya sudah memenangi UU Pilkada. Dalam rapat paripurna sebelumnya, UU Pilkada disepakati partai koalisi merah putih.
Belum lagi MK yang menolak gugatan UU MD3. Hal ini semakin memuluskan koalisi meraha putih memimpin parlemen. Sebabnya, dalam UU tersebut diatur bahwa pimpinan DPR tidak harus dipimpin partai pemenang pemilu.
Kalah di Parlemen, Jokowi dan PDIP Malah Di Katakan Pecundang
Sepertinya, pribahasa, “Sudah jatuh ketimpa tangga pula”, cocok untuk Jokowi dan pendukungnya (PDIP). Berbagai macam tudingan yang sadis itu meluncur dari para kalangan yang di duga sebagai pendukung Jokowi juga. Perkataan itu adalah: “PDIP dan Jokowi Pecundang”
Sepeti di muat pada Kompasiana, Rabu (1/10/2014) bahwa Center for Strategic and International Studies (CSIS) mulai mengkritik PDIP, Jokowi sebagai pemeneng Pileg dan Pilpres 2014.
Melalui peneliti CSIS, Philips J Vermonte mengatakan, kekalahan koalisi Jokowi di parlemen menunjukkan partai berlambang Banteng Moncong Putih dan Jokowi itu bukan pemenang tapi pecundang.
Dalam diskusi di Jakarta dan dilaporkan melalui akun Twitter Luthfi Assyaukani @idetopia, mengatakan, kekalahan Jokowi dalam mengusung Pilkada melalui DPRD maupun UU MD3 menandakan buruknya komunikasi yang dibangun PDIP dan Jokowi.
Kata Vermonte, yang ada di pikiran Jokowi dan PDIP itu komunikasi dan menjalin kesepahaman untuk mewujudkan tujuan sama masih dianggap bagi-bagi kekuasaan atau dagang sapi. PDIP itu menganggap komunikasi seperti bagi-bagi kekuasaan.
Bahkan wartawan senior TEMPO, Nirwan Dewanto menimpali kicauan Luthi bahwa PDIP dan Megawati iku angkuh dan sombong tidak mau menjalin komunikasi dengan Koalisi Merah Putih. “Kalau mau, kalian bisa gampang merangkul Beringin, Kabah, dan Matahari yang sudah terpecah-pecah. Tapi kau angkuh & malas, hai Banteng!” kicau Nirwan.
“Itu partai kaum priyayi. Yang selalu minta dirangkul, tidak pernah merangkul. Terlalu banyak gincu “kerakyatan”,” pungkas Nirwan.
alhamdulillah, akhirnya diantara mereka udah saling cakar,jambak2an & saling mencaci. ini baru di dunia, di akhirat lebih seru lagi. btw gmn ya kalo gerombolan ini mengendalikan negeri? naudzubillah.. semoga pertengkaran diantara mereka semakin seru.. ayo saling menghujat! keluarkan semua koleksi “kata mutiara” kalian..!
Ngga nyambung. Mungkin kebanyakan tepok jidat, ya…?