Pemahaman Jokowi tentang demokrasi bisa dinilai lemah, sebab sampai hari ini Jokowi betul-betul merasa takut dengan keberadaan Koalisi Merah Putih (KMP) di senayan. Pahadal keberadaan DPR adalah representatif dari “check and balance” dan suatu keniscayaan dalam iklim demokrasi. Tapi tetap saja Jokowi terlalu sibuk menghabiskan energinya untuk membangun kekuatan di lembaga legislatif tersebut, sementara fokusnya di eksekutif bisa di bilang berantakan.
Politisi PKS, Fahri Hamzah menegaskan bahwa, Koalisi Merah Putih tidak mudah atau bisa memberhentikan Jokowi, karena sistem perpolitikan di Indonesia menganut sistem presidensial, dimana posisi presiden amat sulit untuk di lengserkan. Lalu, Fahri pun menghimbau Jokowi untuk fokus saja pada janji-janjinya dulu, jangan urusin masalah di DPR. Sedangkan Prabowo sendiri sudah juga mengatakan akan mendukung Jokowi asalkan kebijakannya pro rakyat. Artinya, jika Jokowi bekerja sesuai dengan amanat rakyat, jadi ngapai takut sama KMP. Atau jangan-jangan Jokowi mau melakukan sesuatu yang tidak mau di awasi? Tentu hal itu tidak akan mungkin, yang namanya presiden semua gerak geriknya harus selalu diawasi oleh rakyat dan wakil rakyat.
Jadi wajar saja jika sikap Jokowi yang ketakutan dengan DPR dinilai sebagai dangkalnya pemahamannya tentang demokrasi. Apatah lagi, ditambah dengan mencla menclenya Jokowi, seperti Jokowi pernah sesumbar mengatakan tidak perlu DPR, tapi kini malah coba mau “kacaukan” KMP di DPR dengan politik obral kursi menteri murah. Lalu Jokowi pernah juga mengatakan bahwa KMP hanya batu kerikil kecil baginya. Selalu berubahkan sikap Jokowi dalam berbicara dan bersikap menandakan Jokowi punya penyakit mental yang serius, salah satunya sikap munafik.
Lalu hal yang membuat tidak menarik lainnya adalah: Jokowi malah memprovokasi rakyat untuk melakukan demonstrasi tekait UU Pilkada. Inikan aneh, dimana seorang presiden malah ngompori rakyat. Padahal secara jernih dapat dipahami bahwa Visi – Misi Jokowi-JK di Pilpres 2014 yang disetorkan kepada KPU adalah menyetujui Pilkada tidak langsung atau Pilkada melalui DPRD.
Jokowi Tidak paham Visi dan Misinya Sendiri
Ketua DPP Partai Demokrat Ulil Abshar Abdalla yang juga dedengkot Jaringan islam Liberal (JIL) mengkritik sikap Jokowi yang tidak konsisten. Di beberapa kesempatan, Jokowi menilai hak rakyat dirampas dengan diadakannya pilkada lewat DPRD. Jokowi bahkan mengajak aktivis untuk melakukan demo kalau pilkada langsung benar-benar dihilangkan, seperti dilansir Republika, Rabu (01/10/2014).
Menyikapi itu, Ulil mengingatkan Jokowi atas visi misi yang disetorkannya ke KPU ketika mendaftar capres 2014 lalu. Dalam tautan yang dibagikan Ulil melalui akun Twitter, @ulil, Jokowi menyoroti tiga masalah pokok bangsa.
Solusi dari masalah itu merujuk pada dihelatnya pilkada langsung yang jelas mendorong pelemahan institusi negara. “Ternyata visi-misi Jokowi yg disetor ke KPU mendukung Pilkada tak langsung? Betulkah?”
Menurut Ulil, visi misi politik Jokowi yang disetor ke KPU mengandung filosofi yang lebih dekat ke sistem pilkada via DPRD (halaman 17-18). “Apakah Jokowi paham visi-misi yg dia setorkan sendiri ke KPU atau tidak, wallahu alam?”
Yang jelas, kata dia, budaya di PDIP yang memperjuangkan ideologi proklamator Sukarno lebih condong ke pemilihan melalui wakil rakyat. “Sebenarnya Kultur politik PDIP yang mewarisi Sukarnoisme sebetulnya lebih dekat ke sistem demokrasi tak langsung dan pilkada lewat DPRD.”
Pembaca yang budiman;
Dari ulasan diatas, dapat disimpulkan dengan sederhana, bahwa memang benar Jokowi tidak paham demokrasi dan visi misinya sendiri. Padahal ia adalah kader partai yang membawa nama demokrasi (PDIP). Lalu, mau dibawa negara Indonesia kedepan oleh Jokowi? Meliht sosok Jokowi yang meragukan itu, rakyat wajib dan harus terus melakukan pengawasan kepada Jokowi, jangan sampai ia mencontoh Megawati yang suka mengobral dan menjual aset negara kepada kepentingan asing.
Jokowi dari lahirnya memang sudah bloon.