Kekalahan Megawati dalam pada ajang Pilpres sebanyak 2 kali (2004-2009), sebaiknya dijadikan pelajaran bagi Mega untuk bisa legowo dan sadar bahwa rakyat Indonesia tidak butuh lagi kepadanya. Mega dinilai telah gagal memimpin negara Indonesia kearah yang lebih baik, yang ada malah habis aset-aset Indonesia di obral murah keluar negeri. Padahal dulu, Soekarno (Bapaknya) menasionalisasi aset bangsa Indonesia supaya tidak jatuh ke tangan asing, eh malah sang anak (baca: Megawati) tidak mau belajar dari sang bapak.
Anehnya lagi, Megawati dari dulu sampai detik ini masih menjadi ketua umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), sepertinya tidak rela jika pangku ketua umum jatuh kepada yang lain. Mungkinkah Megawati akan abadi menjadi Ketum PDIP? Biarlah waktu yang akan menjawabnya.
Dan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) juga belum pernah menerima ucapan ‘selamat’ dari Megawati sampai detik ini. Jadi wajar saja jika acara besar kenegaraan yang diadakan SBY tidak pernah di hadiri oleh Megawati, meskipun tetap di undang oleh SBY. (Baca: Alasan Mega tidak Hadir tidak ada alasan)
Lalu, apakah bisa dikatakan bahwa Megawati benar bersikap seperti itu? Rasanya tidak, karena sikap tersebut bukanlah mencerminkan sikap kenegarawan Mega, namun hal tersebut adalah sebuah potensi blunder, menjatuhkan dan membenarkan bahwa Megawati tidak pernah Legowo dengan kepresidenan SBY atau SBY menjadi Presiden.
mbok arep legowo opo ora legowo ra ono urusane karo SBY, toh Alhamdulillah 10 taun SBY dadi presiden rakyat senang tur indonesia aman. kasihan kali’lah itu mega selama 10 tahun nyimpan ambisi n obsesi, kiban? apa ga sesak tu dada?
capek deh…