Setiap hari terus bergulir berita tentang dugaan bahwa KPU melakukan kecurangan atau KPU tidak peka dengan kecurangan yang terjadi selama proses Pilpres 2014. Bukan apa-apa, ini masalah suara rakyat, dimana rakyat punya hak tahu suaranya di bagaimanakan. Maka untuk membuktikan apakah Pilpres 2014 berjalan dengan curang, salah satu ruangnya adalah Mahkamah Konstitusi.
Isu mengenai suara Prabowo-Hatta yang hilang 62 Juta Suara menjadi tren dalam ranah politik Indonesia, ada yang tidak percaya dan ada yang percaya. Sebenarnya bukan masalah percaya atau tidak percaya dan KPU tidak juga bisa membantahnya dengan mudah. Karena proses membantah itu, kembali lagi kepada Mahkamah Konstitusi.
Seperti di lansir dari inilah.com yang memberikan laporan bahwa, Sikap Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang tidak menggubris tuntutan pasangan Prabowo-Hatta untuk melakukan pencoblosan ulang pada sejumlah TPS yang dicurigai terjadi kecurangan, dinilai telah menyakiti hati rakyat Indonesia yang memilih capres-cawapres nomor urut satu itu.
“Sedikitnya ada 62 juta rakyat Indonesia yang memilih Prabowo-Hatta pada pilpres lalu. Mereka ini yang disakiti hatinya oleh KPU yang hanya berjumlah tujuh orang,” ujar penasihat relawan Prabowo-Hatta, Letjen (Purn) TNI Suryo Prabowo, di Jakarta, Jumat (25/7/2014).
Menurut dia, dalam UU Pilpres sudah diatur tentang tata cara pencoblosan ulang jika memang diduga terjadi kejanggalan sehingga tidak ada alasan KPU menolaknya.
“Pilpres tidak sama dengan sepak bola. Dalam pilpres hak pilih rakyat yang dipertandingkan, bukan pemain. Jadi di pilpres kita pertaruhkan kedaulatan rakyat,” tuturnya.
Suryo menilai, pembiaran yang dilakukan KPU atas keberatan pasangan capres-cawapres merupakan pelanggaran pilpres dan kejahatan demokrasi.
“Kejahatan ini demokrasi ini bahkan lebih berbahaya dari korupsi. Karena rakyat secara langsung merasa haknya dirampok. Ini dapat memancing amarah rakyat yang haknya dirampok tersebut. Jika rakyat marah dan terjadi chaos, KPU pihak yang paling bertanggung jawab,” ungkapnya.
Idealnya hukum ditegakkan demi kebenaran dan keadilan. Namun dalam hingar bingar pilpres kali ini terkesan bahwa ternyata hukum ditegakkan demi kepatuhan untuk mentaati aturan semata.
“Sekadar untuk bisa menepati aturan dan jadwal pilpres, KPU berkukuh menetapkan hasil penghitungan suara meski secara faktual di sana-sini masih terdapat sengketa, dan kecurangan yang belum bisa diselesaikan,” tandanya.
Suryo mengatakan, masih banyaknya kejanggalan dalam penyelenggaraan pilpres yang bersifat masif, sistematis dan terstruktur tersebut ternyata diabaikan oleh KPU.
“Lihatlah jumlah DPT di Papua, jumlahnya sama dengan jumlah total penduduk Papua termasuk bayi yang baru lahir dan anak-anak di bawah umur. Tidak menutup kemungkinan komisioner KPU dituntut pidana kerena membiarkan kecurangan ini,” tandasnya.
Semua orang ingin tahu apakah dugaan 62 juta suara Prabowo-Hatta hilang itu benar atau tidak. Nah, lagi-lagi kita harus bersabar ya, sambil menunggu sidang Mahkamah Konstitusi (MK) di gelar.
Sebelumnya dugaan tentang kecurangan Pilpres 2014 sudah sangat banyak beredar, luka lama dalam Pileg belum terobati, kini haruskah rakyat menanggung luka baru? (Baca lengkap disini)