Mantan Presiden Megawati Bisa Jadi Penyebab Konflik, Karena Ulahnya Yang Tidak Dewasa

Diposting pada

Ketua Umum Megawati, mantan presiden RISeharusnya mantan presiden Megawati bisa bersikap dewasa dalam pemilihan presiden 2014 ini. Sikapnya yang terlalu cepat mendeklarasikan kemenangan pasangan Joko Widodo dan Jusuf Kalla dinilai bukanlah sikap yang arif. Banyak orang yang menyesalkan sikap politik yang tidak dewasa itu, apalagi acuannya hanyalah quick count dan itu dengan data yang baru 70% masuk.

Apakah hasil quick count sudah final? Jawabannya pasti tidak, karena pada tahun 2004 juga PDIP (Megawati) pernah menang tipis dari hasil quick count daripada SBY, namun apa yang terjadi? Putusan dan hasil KPU berbeda dengan quick count tersebut.

Seperti dilansir dari jaringnews.com. Sebelumnya politik klaim kemenangan kubu PDI-P pernah dilakukan di putaran kedua pilpres 2004. Kala itu, hasil hitung cepat (quick count) TVRI dan Institute for Social Empowerment and Democracy, dijadikan dasar kemenangan Mega-Hasyim atas SBY-JK.

Hasil perhitungan cepat itu disampaikan Heri Akhmadi, Sekretaris Tim Kampanye Mega-Hasyim, di kantor DPP PDIP, Lenteng Agung, Jakarta Selatan, Senin (20/9/2004) pukul 16.00 WIB,

Menurut Heri Akhmadi, duet Mega-Hasyim berhasil memenangkan pilpres dengan perolehan suara 50,07%. Sementara pasangan SBY-JK, hanya mampu meraih suara 49,93%.

Namun, berdasarkan quick count yang dilakukan The National Democratic Institute (NDI) dan LP3ES, pasangan SBY-JK justru berhasil unggul besar dengan perolehan suara 62%, sedangkan Mega-Hasyim 38%. Dikutip oleh Silontong.com.

Lalu, apakah bu Mega tidak mau belajar dari masa lalu?

Seorang pengamat politik, Universitas Brawijaya, Anang Sujoko mengatakan pidato Megawati tak ubahnya pesta kemenangan dari kubu Jokowi-JK. Inilah yang dikhawatirkan bisa menimbulkan perpecahan atau konflik sosial.
‘’Megawati itu kan mantan presiden. Harusnya sangat mengerti menjunjung tinggi etika serta patuh dan taat hukum. Tunggulah keputusan KPU, bukan berpatokan kepada quick count yang sifatnya tidak mengikat,’’ kata Anang kepada wartawan, Kamis (10/07/2014).

Ia melanjutkan, Megawati bersama pasangan calon presiden Jokowi-JK serta tim sukses dan para pendukungnya mendeklarasikan kemenangan yang berpacu kepada hasil perhitungan cepat sementara atau quick count beberapa lembaga survei.

Anehnya lagi, kata Anang, deklarasi kemenangan dari kubu Jokowi-JK itu data hitung cepat yang masuk baru 70 persen. Sementara suara dari Sumatera, Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur belum masuk semuanya.

‘’Ini sama saja dengan penggiringan opini bahwa Jokowi dan JK adalah sang pemenang. Padahal kita harus menunggu dua minggu lagi untuk mendapat kepastian KPU, siapa yang memenangi Pilpres kali ini,” ujarnya.

Manuver politik Megawati ini, menurut dia, sangat berbahaya karena bisa berbuah konflik atau chaos.

‘’Terlepas dari benar atau tidaknya quick count, pidato deklarasi kemenangan Jokowi-JK ini bisa berpotensi konflik karena sebenarnya pasangan yang diusung PDIP, Hanura, Nasdem dan PKPI ini tidak unggul mutlak,” tandas dia seperti dimuat situs inilah.com.

Sementara hal berbeda ditampilkan oleh Surya Paloh yang sebagai mitra koalisi kubu Jokowi-JK yang lebih menunggu putusan dari KPU. Lalu bagaimana jika kalau putusan KPU di menangkan oleh pasangan Prabowo-Hatta? Ya kubu Jokowi-JK bisa menggugat di Mahkamah Konstitusi (MK). Ya kalau di MK juga putusannya tetap memenangkan Prabowo-Hatta. Ya terima keputusan itu, toh masih ada waktu lima tahun lagi.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *