Semakin hari, semakin kelihatan bahwa pendukung Jokowi di parlemen terus dilanda kepanikan yang mendalam. Sampai-sampai meminta pasal pemakzulan di hapus. Kalau sudah begini, pantaskah pendukung Jokowi memakai nama koalisi Indonesia Hebat? Jika sama pasal pemakzulan saja takut.
Hal ini seperti dilansri dari laman Okezone, Kamis (13/11/2014), bahwa Koalisi Indonesia Hebat (KIH) kembali mengajukan penawaran kepada Koalisi Merah Putih (KMP) untuk merevisi Undang-undang 17/2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3). KIH rupanya bukan hanya ingin mengubah komposisi alat kelengkapan dewan (AKD), tetapi juga ingin menghapus hak menyatakan pendapat (HMP).
Pengamat Politik Universitas Indonesia (UI) Ikhsan Darmawan menilai, penawaran (bargaining) yang diajukan oleh KIH tersebut logis dilakukan. Meski, lanjutnya, mencoba menghapuskan pasal tersebut atau pasal pemakzulan membuktikan KIH tengah dilanda ketakutan atau kepanikan.
“Menurut saya itu hal logis dari KIH. Karena mereka khawatir aturan tersebut tak menguntungkan KIH. KMP pun pasti terus mencari cara kekuaatan cara menjatuhkan Jokowi. Sedangkan KIH bargainingnya cara itu, ini ada semacam ketakutan dan kepanikan dari KIH,” tegasnya saat berbincang dengan Okezone, Rabu (12/11/2014).
Pengalaman Pemerintahan SBY, lanjutnya, mau tidak mau membuat koalisi Jokowi juga harus merangkul partai-partai lain untuk mengamankan posisi pemerintah. Hal itu agar tidak berisiko bagi sistem presidensial di tengah pemerintahan.
“Di mana pemerintah yang tak didukung kekuatan mayoritas di parlemen tentu KIH melihatnya realistis makanya merangkul PPP walaupun sampai sekarang juga PPP masih terbelah,” ungkapnya.
KMP, kata Ikhsan, pasti akan bertahan untuk tidak menerima penawaran dari KIH. Selama ini, lanjutnya, kesepakatan atau rujuk yang dilakukan kedua kubu bukan mengubah aturan tetapi hanya menambah keputusan.
“KMP akan agak ngotot pasti dalam hal substansi seperti ini, mereka akan bertahan. Karena lihat saja selama beberapa minggu akhirnya rujuk kan tidak dikocok ulang kan,hanya menambah jumlahnya,” tutupnya.
Hak menyatakan pendapat berkaitan dengan dugaan presiden dan wakil presiden melanggar hukum, berkhianat terhadap negara, korupsi, penyuapan, dan tindak pidana berat lainnya sehingga tidak memenuhi syarat sebagai pemimpin negara.
Hak ini sering disebut sebagai impeachment alias pemakzulan presiden. Dasar hukumnya terdapat dalam pasal 215 yang berbunyi ‘apabila MK memutuskan bahwa pendapat anggota dewan terbukti, maka mereka bisa menyelenggarakan rapat paripurna untuk mengusulkan pemberhentian presiden ke MPR’.